Kamis, 27 Januari 2011

MEMAKNAI ANGKA KEMISKINAN DI INDONESIA



Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Panel Modul Konsumsi Maret 2010 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 31,02 juta jiwa (13,33%). Dibanding dengan angka kemiskinan pada Maret 2009 yakni sebesar 32,53 juta jiwa (14,15%), berarti angka kemiskinan mengalami penurunan sebesar 1,51 juta jiwa.

Sebelum kita memaknai angka-angka di atas, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu bagaimana angka-angka tersebut bisa didapat. Menurut berita resmi statistik no. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 yang dikeluarkan oleh BPS RI, disebutkan bahwa untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Sedangkan metode yang digunakan adalah dengan menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari 2 komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Apabila ada penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan, maka itulah yang disebut penduduk miskin.
            
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai konsep dan metode perhitungan angka kemiskinan yang dilakukan oleh BPS, maka penentu paling utama agar bisa memaknai secara bijak angka kemiskinan di Indonesia adalah melalui seberapa besar Garis Kemiskinannya. Untuk tahun 2010, garis kemiskinan di Indonesia adalah sebesar Rp 211.726,- per kapita per bulan. Itu artinya setiap orang yang rata-rata pengeluarannya per bulan di bawah Rp 211.726, maka termasuk kategori penduduk miskin.

Kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan orang yang rata-rata pengelurannya hanya Rp 211.726/bulan atau sekitar Rp 7.057/hari. Kalau mau distandarkan dengan harga makanan di warteg-warteg di sekitar kampus saya, uang sebesar Rp. 7.057/hari hanya untuk 2 kali makan dengan lauk sambel dan tempe. Lalu bagaimana untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan ???  Sunguh sangat ironis…
            
Tidak hanya angka penduduk miskin, angka penduduk hampir miskin seharusnya juga menjadi sorotan masyarakat terkait bagaimana keberhasilan pembangunan yang telah dicapai oleh pemerintah. Penduduk hampir miskin adalah penduduk yang rata-rata pengeluaran per kapita per bulan berada di sekitar(di atas) garis kemiskinan. Penduduk yang termasuk kategori ini sangat rentan untuk berubah masuk ke kategori penduduk miskin karena mengingat kondisi ekonomi yang bersifat fluktuatif sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar.
          
Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat harus cerdas memaknai angka kemiskinan di Indonesia. Pemerintah khususnya Presiden seharusnya mengumumkan besarnya angka kemiskinan yang disertai dengan besarnya Garis Kemiskinan(GK) dan besarnya angka penduduk hampir miskin. Di samping itu, masyarakat juga seharusnya tidak hanya kritis tetapi juga cerdas dalam memaknai hal ini, sehingga tidak ada tuding-menuding antara pemerintah dan masyarakat terkait angka kemiskinan di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar