Minggu, 13 Februari 2011

Menyebar BUMN, Mengurangi Kesenjangan Antar Wilayah

Belum lama ini, Kementerian Negara BUMN melansir wacana yang menarik untuk dicermati. Pertama, kementerian yang bertanggung jawab atas pengembangan seluruh badan usaha milik negara tersebut berencana memindahkan kantor beberapa BUMN yang saat ini masih berada di sekitar istana Merdeka ke wilayah lain. Pemindahan ini akan dibiayai dana dari APBN. 


Kebijakan kedua adalah rencana pembangunan BUMN Tower. Menteri Negara BUMN menjelaskan bahwa gedung yang direncanakan akan dibangun secara mandiri dari dana BUMN tersebut merupakan kebutuhan untuk melambangkan kerjasama, keterpaduan, dan kekompakkan seluruh BUMN.

Mencari Alasan Pindah

Dua kebijakan Kementerian BUMN tersebut penting untuk dikritisi karena mencuatkan beberapa pertanyaan dan inkonsistensi. Tentang kebijakan pemindahan kantor-kantor BUMN, setidaknya terdapat dua pertanyaan mendasar yang muncul. Pertama, tidak pernah ada penjelasan mengenai alasan kantor-kantor BUMN yang saat ini berada di Ring 1 Istana Presiden harus dipindah. Dapat dipahami bila pemerintah sulit mengemukakan alasan pemindahan dengan lugas, karena apabila pertimbangannya adalah bahwa hanya lembaga negara dan kementerian yang boleh berkantor di sekitar Istana Presiden, bukankah itu berarti bahwa Kedutaan Besar Amerika Serikat akan harus hijrah pula?

Kedua, kebijakan pemindahan ini juga terkesan tidak konsisten dengan semangat penghematan yang dicanangkan pemerintah yang bahkan telah berencana mengeluarkan Instruksi Presiden mengenai penghematan pembelanjaan anggaran kementerian dan lembaga 2011. Apabila biaya perjalanan dinas, akomodasi hotel, serta rapat di luar kantor saja akan sangat dibatasi, apatah lagi memindahkan banyak kantor yang pasti akan membutuhkan banyak biaya, sementara pada saat bersamaan terdapat banyak aktivitas penting yang membutuhkan prioritas pendanaan.

Mempertanyakan Urgensi BUMN Tower

Gagasan Menteri Negara BUMN yang begitu berhasrat membangun BUMN Tower juga layak dipertanyakan. Dalam setiap kesempatan berbicara kepada media massa, mantan Direktur Utama Perum Bulog ini hanya mengemukakan alasan pembangunan BUMN Tower sebagai perlambang kekompakan badan usaha-badan usaha milik negara. Sebuah alasan yang absurd dan jelas merupakan prioritas yang keliru waktu.

Padahal, belum lama ini Menteri BUMN juga meningkatkan target setoran pajak dan dividen badan usaha-badan usaha milik negara, bahkan untuk beberapa sektor industri hingga dua kali lipat dari tahun lampau. Tentu saja, untuk memenuhi target tersebut seluruh perusahaan pelat merah tersebut harus mengerahkan segenap sumber daya yang dimilikinya. 'Perintah' untuk menyisihkan dana guna membangun BUMN Tower tentu saja akan mengurangi kesempatan mereka mengoptimalkan penggunaan dana bagi peningkatan usaha dan pemenuhan target dividen. Direktur Utama PT BNI Tbk (BBNI), misalnya, dengan tegas mengatakan bahwa jika modal terlalu banyak diambil melalui dividen maka akan mengganggu pertumbuhan bank. (kontan.co.id/23/01/2010).

Menyebar BUMN

Alih-alih mengumpulkan kantor-kantor BUMN jadi satu dalam BUMN Tower, pemerintah seharusnya justru menyebar pusat badan usaha-badan usaha milik negara itu ke seluruh penjuru tanah air sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Sebagian BUMN memang telah menempatkan kantor pusatnya di daerah di mana kegiatan utama bisnisnya berada, namun masih ada pula BUMN yang berkantor pusat di Ibukota, padahal kegiatan utama usahanya berada di daerah-daerah yang jauh dari Jakarta.
Penyebaran kantor pusat BUMN, dan bukan mengumpulkannya pada sebuah gedung, menjanjikan setidaknya dua keuntungan. Pertama, badan usaha-badan usaha milik negara tersebut akan berkesempatan memahami lebih baik kondisi yang ada di daerah usahanya. Pemahaman yang lebih baik ini akan memungkinkan perusahaan mengambil keputusan-keputusan yang lebih cepat dan tepat dalam mengelola persaingan yang kian ketat dan dalam mengembangan usahanya.

Kedua, perusahaan-perusahaan pelat merah yang tersebar di tanah air akan berperan menjadi agent of development di daerah-daerah di mana kegiatan inti usahanya berada. Keberadaan perusahaan berikut sumberdaya manusianya akan memberikan multiplier effects yang dapat menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan tidak akan hanya merasakan polusi, namun juga dapat merasakan sebesar-besarnya manfaat dari kehadiran perusahaan-perusahaan milik negara tersebut. Apalagi, kesenjangan kegiatan ekonomi antar daerah yang saat ini masih sangat tinggi. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa dari pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 sebesar 6,1%., pulau Jawa menyumbang 58%, disusul Sumatera memegang peranan 23,1%, diikuti oleh Kalimantan (9,2%), Sulawesi (4,6%), Bali dan Nusa Tenggara (2,7%), serta yang terakhir Maluku dan Papua (2,4%). Ketimpangan yang sangat mencolok tersebut tentu amat berbahaya bagi integrasi bangsa bila tidak segera memperoleh perhatian yang semestinya.

sumber : Ali Mutasowifin - detikNews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar